BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Aborsi atau keguguran kandungan merupakan suatu isu yang
kontroversial. Pertimbangan pelaksanaan aborsi harus dilihat dari aspek etika
dan profesionalisme kedokteran, hukum yang berlaku, serta agama. Pelaksanaan
aborsi harus melalui pertimbangan berbagai pihak yang terlibat serta kompeten.
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur
dari uterus─embrio, atau fetus yang belum dapat hidup. Dengan kata lain,
aborsi adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang
mengakibatkan kematian janin.
Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana aborsi
terjadi secara alami, tanpa intervensi tindakan medis (aborsi spontanea), dan
aborsi yang direncanakan melalui tindakan medis dengan obat-obatan, tindakan
bedah, atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan lewat vagina (aborsi
provokatus).
Dalam makalah ini, penulis bertujuan untuk mencoba
menganalisis tindakan aborsi dari segala aspek yang terkait sehingga dapat
dicapai kesimpulan yang tepat tentang pertimbangan pelaksanaan aborsi. Penulis
dapat belajar untuk mengetahui penerapan etika dan profesionalisme kedokteran,
aspek medikolegal dan agama dalam kasus tersebut.
B.
TUJUAN PENULISAN
- Mengetahui status aborsi, baik dalam aspek etika dan profesionalisme kedokteran, medikolegal dan agama.
- Mengetahui tindakan terbaik yang dapat dilakukan untuk pasien tersebut.
C
MANFAAT PENULISAN
- Mahasiswa dilatih untuk memecahkan berbagai macam kasus yang memerlukan pertimbangan dari beberapa aspek, selain aspek medis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) tertulis :
“Setiap dokter senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.” Namun dalam sumpah dokter, terdapat pernyataan: “Saya akan menghormati
setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.” Dalam pernyataan ini, yang
dimaksud makhluk insani masih belum dapat ditentukan dengan jelas dan pasti,
mulai kapan awal kehidupan ditentukan, sehingga menimbulkan pertentangan.
Karena itu Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) masih mengadakan
perundingan tentang lafal sumpah dokter Indonesia melalui hasil referendum dari
anggota IDI untuk memilih apakah kata “mulai dari saat pembuahan” hendak
dihilangkan atau diubah.Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai standar,
melaksanakan advokasi, menjamin keselamatan pasien, menghormati terhadap hak-hak
pasien. Kriteria perilaku profesional antara lain mencakup bertindak sesuai
keahlian dan didukung oleh keterampilan, bermoral tinggi, memegang teguh etika
profesi, serta menyadari ketentuan hukum yang membatasi gerak.
Seluruh peraturan tentang kegiatan yang terkait dengan
perihal kesehatan termasuk dalam hukum kesehatan. Dalam KUHP, pasal 346 hingga
pasal 350 mengatur batasan-batasan aborsi. Namun dalam KUHP, kesengajaan aborsi
sangat tidak dibenarkan. (KUHP, 2008)
Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 15,
dinyatakan bahwa dalam upaya menyelamatkan Ibu dan atau janinnya dapat
dilakukan tindakan tertentu. Namun, tindakan tertentu ini belum dijelaskan
lebih detil, seperti apa dan kriteria tertentu dalam pelaksanaan tindakan medis
yang dimaksud. (UU Kesehatan, 1992)
Secara umum, agama apapun melarang aborsi. Dalam agama
Islam, umumnya hukum-hukum yang ada melarang aborsi. Firman Allah SWT dalam
Q.S. Al-Isra : 31 : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa besar.”. Hadis riwayat Imam
Al-Bukhari juga menyatakan : “Seseorang dari kamu ditempatkan penciptaannya
di dalam perut ibunya dalam selama empat puluh hari, kemudian menjadi ‘alaqah
selama itu pula (40 hari); kemudian menjadi mudhghah selama itu pula (40
hari); kemudian Allah mengutus seorang malaikat lalu diperintahkan empat
kalimat (hal), dan dikatakan kepadanya: Tulislah amal, rizki dan ajalnya, serta
celaka atau bahagia(nya); kemudian ditiupkan ruh padanya.”. Dalam Islam,
kaidah fiqih secara umum menyatakan : 1) “Menghindarkan kerusakan (hal-hal
negatif) diutamakan dari pada mendatangkan kemaslahatan.”; 2) “Keadaaan
darurat membolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan).”; dan 3) “Hajat
terkadang dapat menduduki keadaan darurat.” (MUI, 2005).
Depresi pada ibu hamil sedikit banyak mempengaruhi
perkembangan janin, bahkan masih berpengaruh dalam tahap perkembangan awal bayi
setelah kelahiran. Peningkatan hormon stres pada ibu juga mengakibatkan
hal yang sama pada janin. Hal ini tidak membahayakan nyawa ibu, hanya dapat
mengakibatkan bayi lahir prematur dan berat badan dibawah normal. Selain itu,
respon bayi terhadap lingkungannya kurang peka bila dibandingkan dengan bayi
dari ibu yang tidak mengalami depresi. (Field, et.al., 2004)
BAB III
PEMBAHASAN
A.Etika Kedokteran
Menurut etika kedokteran, setiap dokter harus menghormati
setiap makhluk insani. Namun karena masih terdapat pertentangan maksud pasal
dan sumpah dokter yang berkaitan dengan waktu dimulainya suatu awal
kehidupan, maka dalam etika kedokteran, pelaksanaan aborsi dalam kasus ini
diserahkan kembali kepada hati nurani masing-masing dokter.
Dalam etika profesionalisme, apabila seorang dokter tidak
memberanikan dirinya untuk melaksanakan tindakan aborsi, maka dokter tersebut
dapat merekomendasikan pelaksanaan aborsi tersebut kepada dokter lain yang
jelas kompeten di bidangnya, dengan tetap memantau dan bertanggung jawab atas
keselamatan dan perkembangan pasien selanjutnya.
Republik Indonesia yang berdasarkan hukum telah membuat
hukum yang mengatur aborsi, dalam KUHP dan UU Kesehatan. KUHP menyatakan segala
macam bentuk aborsi dilarang, bahkan dengan tujuan menyelamatkan nyawa Ibu.
Sementara UU Kesehatan menyatakan pembolehan aborsi apabila nyawa Ibu dapat
terancam apabila kehamilan diteruskan lebih lanjut.
Dilihat dari sudut pandang agama, secara umum agama yang
penulis anut (Islam) tidak membolehkan pelaksanaan aborsi. Namun, fatwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI) menyatakan antara lain, kehamilan akibat perkosaan dapat
digugurkan, apabila usia kehamilan tidak lebih dari 40 hari. Hal ini pun harus
ditetapkan oleh tim yang berwenang yang terdiri dari keluarga korban, dokter,
dan polisi. Hal ini mungkin didasarkan pada pertimbangan bahwa depresi yang
diderita pasien akan mencapai tahapan yang lebih buruk, misalnya mengarah ke
percobaan bunuh diri, jika kehamilan diteruskan. Dibandingkan jika pasien bunuh
diri (kemudian membunuh diri sendiri dan janin─yang belum ditiupkan
ruhnya), lebih baik jika aborsi dilakasanakan, apabila memang dapat menjadi
jalan pengobatan bagi pasien. Fatwa MUI ini jelas bukan sekadar pertimbangan
asal-asalan. Fatwa ini merupakan konsensus bersama sejumlah besar cendekiawan
muslim yang sudah mempretimbangkan matang-matang sebab dan akibatnya.
Depresi pada kehamilan memang mempengaruhi perkembangan
janin dan perkembangan bayi pada tahap-tahap awal kelahiran, namun tidak
berpengaruh luas pada tumbuh kembang anak selanjutnya. Masalah mungkin hanya
berupa masalah psikologis, namun secara fisik ibu hamil yang depresi tidak
mempunyai dampak yang membahayakan selain bunuh diri apabila memang tingkat
depresinya sudah menngkhawatirkan.
B.Pengertian Aborsi
Pengertian
aborsi menurut : Encyclopedia
Britania “ The American College Of Obstericians and Gyneologist “ ada dua jenis
aborsi :
1. Accident abortion, yaitu penghentian kehamilan sebelum kematangan yang terjadi secara alami, tanpa perlakuan medis.
2. Therapeutic abortion, artinya bahwa penghentian kehamilan melakukan perlakuan tenaga medis, melalui operasi atau penggunaan RU486 atau beberapa .
1. Accident abortion, yaitu penghentian kehamilan sebelum kematangan yang terjadi secara alami, tanpa perlakuan medis.
2. Therapeutic abortion, artinya bahwa penghentian kehamilan melakukan perlakuan tenaga medis, melalui operasi atau penggunaan RU486 atau beberapa .
Pengertian
aborsi menurut : Beberapa kelompok masyarakat yang pro kehidupan
mendefinisikan aborsi sebagai sebuah tujuan untuk menghalangi proses
perkembangan yang dari waktu ke waktu konsepsi hingga melahirkan.
Pengertian
aborsi menurut : Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan bahwa aborsi
sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau
kurang dari 22 minggu.
Pengertian
aborsi menurut Ensiklopedia
Indonesia sebagai berikut : ‘Pengakhiran
kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat
1.000 gram.’ Definisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram. Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh.
C.Macam-macam
Tindakan Aborsi
Ada 2 macam tindakan
aborsi, yaitu:
1.Aborsi dilakukan sendiri
2.Aborsi dilakukan orang lain
1.Aborsi dilakukan sendiri
2.Aborsi dilakukan orang lain
Aborsi dilakukan
sendiri
Aborsi yang dilakukan sendiri misalnya dengan cara memakan obat-obatan yang membahayakan janin, atau dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja ingin menggugurkan janin.
Aborsi yang dilakukan sendiri misalnya dengan cara memakan obat-obatan yang membahayakan janin, atau dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja ingin menggugurkan janin.
Aborsi dilakukan
orang lain
Orang lain disini bisa seorang dokter, bidan atau dukun beranak. Cara-cara yang digunakan juga beragam.
Orang lain disini bisa seorang dokter, bidan atau dukun beranak. Cara-cara yang digunakan juga beragam.
Aborsi yang dilakukan
seorang dokter atau bidan pada umumnya dilakukan dalam
5 tahapan, yaitu:
1. Bayi dibunuh dengan cara ditusuk atau diremukkan didalam kandungan
2. Bayi dipotong-potong tubuhnya agar mudah dikeluarkan
3. Potongan bayi dikeluarkan satu persatu dari kandungan
4. Potongan-potongan disusun kembali untuk memastikan lengkap dan tidak tersisa
5.Potongan-potongan bayi kemudian dibuang ke tempat sampah / sungai, dikubur di
tanah kosong, atau dibakar di tungku
5 tahapan, yaitu:
1. Bayi dibunuh dengan cara ditusuk atau diremukkan didalam kandungan
2. Bayi dipotong-potong tubuhnya agar mudah dikeluarkan
3. Potongan bayi dikeluarkan satu persatu dari kandungan
4. Potongan-potongan disusun kembali untuk memastikan lengkap dan tidak tersisa
5.Potongan-potongan bayi kemudian dibuang ke tempat sampah / sungai, dikubur di
tanah kosong, atau dibakar di tungku
|
|
(1)
|
(2)
|
Sedangkan
seorang dukun beranak biasanya melaksanakan aborsi dengan cara memberi ramuan
obat pada calon ibu dan mengurut perut calon ibu untuk mengeluarkan secara
paksa janin dalam kandungannya. Hal ini sangat berbahaya, sebab pengurutan
belum tentu membuahkan hasil yang diinginkan dan kemungkinan malah membawa
cacat bagi janin dan trauma hebat bagi calon ibu.
D.Penyebab Dari
Kejadian Aborsi
Adapun para penyebab dari kejadian aborsi ini antara lain
adalah:
1.
Faktor ekonomi, di mana dari pihak
pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan
biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena
kontrasepsi yang gagal.
2.
Faktor penyakit herediter, di mana
ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan
kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.
3.
Faktor psikologis, di mana pada para
perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga
menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau
anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam
lingkup rumah tangganya.
4.
Faktor usia, di mana para pasangan
muda-mudi yang masih muda yang masih belum dewasa & matang secara
psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu
keluarga yang prematur.
5.
Faktor penyakit ibu, di mana dalam
perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit
pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
6.
Faktor lainnya, seperti para pekerja
seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan
kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah
bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.
E.Contoh Dan Cara Aborsi
Berikut ini adalah
gambaran mengenai apa yang terjadi didalam suatu proses aborsi:
Pada
kehamilan muda (dibawah 1 bulan).Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih
sangat kecil, aborsi dilakukan dengan cara menggunakan alat penghisap
(suction). Sang anak yang masih sangat lembut langsung terhisap dan hancur
berantakan. Saat dikeluarkan, dapat dilihat cairan merah berupa
gumpalan-gumpalan darah dari janin yang baru dibunuh tersebut.
Pada kehamilan lebih lanjut 1-3 bulan Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu, bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus). Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang, bahu atau leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah dikeluarkan dari kandungan. Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh dengan cara yang paling mengerikan.
Aborsi pada kehamilan lanjutan (3-6 bulan).Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam. Tubuhnya sudah bisa merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk denganbaik.
Pada kehamilan lebih lanjut 1-3 bulan Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu, bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus). Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang, bahu atau leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah dikeluarkan dari kandungan. Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh dengan cara yang paling mengerikan.
Aborsi pada kehamilan lanjutan (3-6 bulan).Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam. Tubuhnya sudah bisa merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk denganbaik.
Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu
membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan. Pertama, diberikan suntikan maut
(saline) yang langsung dimasukkan kedalam ketuban bayi. Cairan ini akan
membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya
dan akhirnya – setelah menderita selama berjam-jam sampai satu hari – bayi itu
akhirnya meninggal.
Selama proses ini dilakukan, bayi akan
berontak, mencoba berteriak dan jantungnya berdetak keras. Aborsi bukan saja
merupakan pembunuhan, tetapi pembunuhan secara amat keji. Setiap wanita
harus sadar mengenai hal ini.
Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan).Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari-jarinya juga sudah menjadi lebih jelas dan otaknya sudah berfungsi baik.
Untuk kasus seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan cara mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup,kemudian,dibunuh.
Cara membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat sampah, ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga tangisannya berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas – hanya saja darah bayi itu yang akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam aborsi ini – bahwa pembunuhan keji telah terjadi.
Semua proses ini seringkali tidak disadari oleh para wanita calon ibu yang melakukan aborsi. Mereka merasa bahwa aborsi itu cepat dan tidak sakit, mereka tidak sadar karena dibawah pengaruh obat bius. Mereka bisa segera pulang tidak lama setelah aborsi dilakukan.
Benar, bagi sang wanita, proses aborsi cepat dan tidak sakit. Tapi bagi bayi, itu adalah proses yang sangat mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak manusiawi.
Kematian bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon ibu. Seorang wanita yang kelak menjadi ibu yang seharusnya memeluk dan menggendong bayinya, telah menjadi algojo bagi anaknya sendiri.
F.Resiko
Resiko
Aborsi Khususnya Pada Remaja
Hubungan
sex diluar nikah membawa cukup banyak dampak negatif bagi diri pelaku maupun
lingkungan sekitar. Mulai dari kemungkinan tertular penyakit, hingga kehamilan
diluar nikah.
Hal ini juga menyebabkan / berdampak pula pada tingginya tingkat aborsi. Padahal perbuatan aborsi, juga memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap keselamatan dari perempuan itu sendiri. Berikut ini resiko yang terjadi jika melakukan aborsi khususnya remaja:
Hal ini juga menyebabkan / berdampak pula pada tingginya tingkat aborsi. Padahal perbuatan aborsi, juga memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap keselamatan dari perempuan itu sendiri. Berikut ini resiko yang terjadi jika melakukan aborsi khususnya remaja:
1.
Kematian karena terlalu banyak pendarahan
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
4. Sobeknya rahim (Uterine Perforation)
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9. Kanker hati (Liver Cancer)
10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
11. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
12. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
14. Infeksi alat reproduksi karena melakukan kuretase (secara medis) yang dilakukan secara tak steril. Hal ini membuat remaja mengalami kemandulan dikemudian hari setelah menikah.
15. Pendarahan sehingga remaja dapat mengalami shock akibat pendarahan dan gangguan neurologist. Selain itu pendarahan juga dapat mengakibatkan kematian ibu maupun anak atau keduanya.
16. Resiko terjadinya reptur uterus atau robeknya rahim lebih besar dan menipisnya dinding rahim akibat kuretase. Kemandulan oleh karena robeknya rahim, resiko infeksi, resiko shock sampai resiko kematian ibu dan anak yang dikandungnya.
17. Terjadinya fistula genital traumatis adalah suatu saluran atau hubungan antara genital dan saluran kencing atau saluran pencernaan yang secara normal tidak ada.
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
4. Sobeknya rahim (Uterine Perforation)
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9. Kanker hati (Liver Cancer)
10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
11. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
12. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
14. Infeksi alat reproduksi karena melakukan kuretase (secara medis) yang dilakukan secara tak steril. Hal ini membuat remaja mengalami kemandulan dikemudian hari setelah menikah.
15. Pendarahan sehingga remaja dapat mengalami shock akibat pendarahan dan gangguan neurologist. Selain itu pendarahan juga dapat mengakibatkan kematian ibu maupun anak atau keduanya.
16. Resiko terjadinya reptur uterus atau robeknya rahim lebih besar dan menipisnya dinding rahim akibat kuretase. Kemandulan oleh karena robeknya rahim, resiko infeksi, resiko shock sampai resiko kematian ibu dan anak yang dikandungnya.
17. Terjadinya fistula genital traumatis adalah suatu saluran atau hubungan antara genital dan saluran kencing atau saluran pencernaan yang secara normal tidak ada.
G.Legal &
Ilegal
Legal dalm aborsi
yaitu melkaukan suatu tindakan aborsi dengan alasan medis dan adanya kewenangan
dari UU Kesehatan yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Berdasarkan indikasi medis yang kuat yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami ataupun keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
a. Berdasarkan indikasi medis yang kuat yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami ataupun keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Ilega
dalam aborsi yaitu melakukan suatu tindakan aborsi dengn alasan kehamilan yang
tidak diinginkan.Adapun alasan-alasan yang dikemukakan antara lain tidak ingin
memiliki anak karena khawatir mengganngu sekolah atau karir, tidak cukup uang
untuk merawat anak atau tak ingin memiliki anak tanpa ayah, alasan lainnya
adalah karena masih terlalu muda (misalnya karena hamil di luar nikah),
menutupi aib atau karena sudah memiliki banyak anak. Alasan-alasan tersebut
seolah-olah jadi alibi sempurna demi melegalkan atau membenarkan tindak aborsi.
H.Tindakan Hukum
Adapun ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan soal aborsi & penyebabnya dapat dilihat pada:
KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349:
Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun.
Pasal 348:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara tujuh tahun.
Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 & 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga & dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara & bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat dicabut.
5. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta mempertahankan hidupnya.
UU HAM, pasal 53 ayat 1(1): Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup & meningkatkan taraf kehidupannya.
(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan untuk itu & dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Pada penjelasan UU Kesehatan pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
(1) Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang, karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan & norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
(2) Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu ibu hamil & janinnya terancam bahaya maut.
Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian & kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan & penyakit kandungan.
Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan (informed consent) ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d: Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga & peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut & telah ditunjuk pemerintah.
Namun sayangnya didalam UU Kesehatan ini belum disinggung soal masalah kehamilan akibat perkosaan, akibat hubungan seks komersial yang menimpa pekerja seks komersial ataupun kehamilan yang diketahui bahwa janin yang dikandung tersebut mempunyai cacat bawaan yang berat.
(3) Dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
UU
Penghapusan KDRT, pasal 10 mengenai hak-hak korban pada butir (b): Korban
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Di sini dicoba disimpulkan sesuatu & mempunyai persepsi dari pernyataan butir-butir pasal UU KDRT sebelumnya yang saling berkaitan:
Di sini dicoba disimpulkan sesuatu & mempunyai persepsi dari pernyataan butir-butir pasal UU KDRT sebelumnya yang saling berkaitan:
1. Pasal 2(a): Lingkup rumah tangga ini meliputi: Suami, isteri, anak.
2. Pasal 5: Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumahtangganya dengan cara:
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan seksual
d. Penelantaran rumah tangga
3. Pasal 8(a): Kekerasan seksual meliputi:
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu.
Dalam UU ini memang tidak disebutkan secara tegas apa yang dimaksud dengan ‘pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis’ pada pasal 10, namun apabila dikaitkan dengan kekerasan seksual yang berefek pada kehamilan yang tidak diinginkan, maka korban diasumsikan dapat meminta hak atas pelayanan medis untuk mengakhiri kehamilannya, karena secara medis, korban akan mengalami stres ataupun depresi, & bukan tidak mungkin akan menjadi sakit jiwa apabila kehamilan tersebut diteruskan.
Dari uraian penyebab inilah mungkin didapatkan gambaran mengenai penggolongan aborsi yang akan dilakukan. Pada butir ke-5 sudah jelas dapat digolongkan pada aborsi terapetikus, sesuai dengan UU Kesehatan pasal 15 tentang tindakan medis tertentu yang harus diambil terhadap ibu hamil demi untuk menyelamatkan nyawa ibu. Butir ke-2 & 3, mungkin para ahli kesehatan & ahli hukum dapat memahami alasan aborsi karena merupakan hal-hal yang di luar kemampuan ibu, dimana pada butir ke 2, apabila bayi dibiarkan hidup, mungkin akan menjadi beban keluarga serta kurang baiknya masa depan anak itu sendiri. Namun keadaan ini bertetangan dengan UU HAM pasal 53 mengenai hak hidup anak dari mulai janin sampai dilahirkan, & pasal 54 mengenai hak untuk mendapatkan perawatan, pendidikan, pelatihan & bantuan khusus atas biaya negara bagi setiap anak yang cacat fisik & mental. Pada butir ke 3, kemungkinan besar bayi tidak akan mendapatkan kasih sayang yang layak, bahkan mungkin akan diterlantarkan ataupun dibuang, yang bertentangan dengan UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak mengenai hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang & berpartisipasi secara wajar sesuai dgn harkat & martabat kemanusiaan. Sedangkan bagi ibu yang merupakan korban pemerkosaan itu sendiri, hal ini merupakan keputusan yang kurang adil apabila kehamilan akibat perkosaan itu dilanjutkan, karena dia sendiri adalah korban suatu kejahatan, & pasti akan merupakan suatu beban psikologis yang berat. Sedangkan pada butir 1, 4, & 6, jelas terlihat adalah kehamilan diakibatkan oleh terjadinya hubungan seks bebas, yang apabila dilakukan tindakan aborsi, dapat digolongkan pada aborsi provokatus kriminalis bertentangan dengan KUHP Pasal 346-349 & UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak.
Dari penjelasan tersebut, didapatkan gambaran mengenai aborsi legal & ilegal.
1. Sedapat mungkin menghindari hubungan suami isteri pada pasangan yang tidak/belum menikah.
2. Bagi para suami isteri yang tidak merencanakan untuk menambah jumlah anak, agar mengikuti program KB.
3. Bagi para pekerja seks komersial agar selalu menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan intim dengan pelanggannya.
4. Meningkatkan pengetahuan agama agar selalu terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh agamanya.
5. Menuntut pada pemerintah agar memberikan tindakan hukuman yang seberat-beratnya bagi para pemerkosa ataupun pelaku tindakan pelecehan/kekerasan seksual lainnya, agar para kriminal maupun calon pelaku kriminal ini berpikir panjang untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut.
I.Aborsi Menurut Islam
Para ulama
fuqaha sepakat aborsi diharamkan dilakukan setelah 4 bulan kehamilan. Pendapat
ini dasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan
masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda
:
“Sesungguhnya
setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk
‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam
bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” (HR.
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Maka dari
itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti
membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori
pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i
berikut.
Firman Allah
SWT :
“Dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan
rizki kepada mereka dan kepadamu.” (TQS Al An’aam : 151)
“Dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan
memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (TQS Al Isra` : 31 )
“Dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (TQS Al Isra` : 33)
“Dan apabila
bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.”
(TQS At Takwir : 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang
bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti
aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam,
Tetapi para
ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh.
Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad
Ramli (w. 1596 M)
dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa.
Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami
pertumbuhan.
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At
Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut,
mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel
sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada
kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk
menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati
dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi
dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi
yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi,
1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan,
1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam,
halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad
Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang
Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).
Adapun
aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para
fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Abdul
Qadim Zallum (1998) dan Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih
rajih (kuat) adalah sebagai berikut.
Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh
dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka
hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi
setelah peniupan ruh ke dalam janin.
Sedangkan
pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh
(ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem
Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi
Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56;
Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ).
Dalil syar’i
yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin setelah 40 hari atau 40
malam adalah hadits Nabi SAW berikut :
‘Jika nutfah
(gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang
malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat
pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.
Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah),’Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau
tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan ?’ Maka Allah kemudian memberi
keputusan…’ (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud RA)
Hadits di
atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan
anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 malam. Dengan
demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin
yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya
(ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan
terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun
dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah
berumur 40 hari.
Siapa saja
dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa
dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin
yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh
diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits
shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
‘Rasulullah
SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan
yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak
laki-laki atau perempuan…’ (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah RA)
(Abdul Qadim Zallum, 1998).
Sedangkan
aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh
(ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum
menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan
darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal
sebagai manusia.
Di samping
itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan
dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki
kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan tindakan mengeluarkan
sperma di luar vagina perempuan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel
sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan
mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak
akan menimbulkan kehamilan.
Rasulullah
SAW telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau
mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak
menginginkan budak perempuannya hamil. Rasulullah SAW bersabda kepadanya :
‘Lakukanlah
‘azl padanya jika kamu suka ! ‘ (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud)
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan
janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya
menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian
ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan
aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan
kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah
SWT :
“Barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS Al Maidah : 32)
Di samping
itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan
Rasulullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah SAW
bersabda :
‘Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula
obatnya. Maka berobatlah kalian !’ (HR. Ahmad)
Kaidah fiqih
dalam masalah ini menyebutkan :
“Idza
ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima”
“Jika
berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih
ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al
Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan
kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan
kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya.
Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya
nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat.
Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan
madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan
ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Abdurrahman Al Baghdadi,
1998).
Pendapat
yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel
sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat
yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan
sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah
ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu.
Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah
Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.”
(asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi).
Ciri-ciri
adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan
nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini,
maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya
sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada
kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel
sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel
sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan.
Berdasarkan
penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel
telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang
lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian
kehidupan (al hayah). Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa
sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak ada
kehidupan pada sel telur dan sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian.
Andaikata katakanlah pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas
yang menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl. Sebab dalam aktivitas
‘azl terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya
kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu).
Padahal ‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.
Padahal ‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.
BAB IV
KESIMPULAN
Menurut
etika dan profesionalisme keperawatan, serta agama, pelaksanaan aborsi pada
kasus ini dapat diperbolehkan, karena memenuhi syarat-syarat terntentu yang
telah ditetapkan. Namun menurut hukum hal ini masih rancu. Ada ketidakcocokan
antara KUHP dengan UU Kesehatan, sehingga penulis berpendapat bahwa dalam kasus
ini aborsi tidak dibenarkan dan tidak perlu dilakukan.
Dengan
alasan medis tertentu yang berhubungan dengan keselamatan nyawa ibu, memang
tindakan aborsi diperbolehkan. Namun dalam kasus ini, depresi yang dimaksud
diatas belum dapat menjadi alasan kuat pengguguran janin tersebut, karena
depresi tidak membahayakan nyawa ibu. Aborsi yang dibenarkan secara hukum adalah
apabila kehamilan mengancam jiwa dan keselamatan ibu. Sehingga, dalam kasus ini
pasien sebaiknya disarankan untuk meneruskan kehamilannya. Depresi dan trauma
psikologis selanjutnya dapat ditangani dengan terapi psikologis.
Berdasarkan kode etik dapatlah kiranya ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. aborsi secara umum dibagi atas aborsi spontan & aborsi provokatus (buatan). Aborsi provokatus (buatan) secara aspek hukum dapat golongkan menjadi dua, yaitu aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) & aborsi provokatus kriminalis (buatan ilegal).
2. Dalam perundang-undangan Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP & UU Kesehatan.
3. Dalam KUHP diatur ancaman hukuman melakukan aborsi (pengguguran kandungan, tidak disebutkan soal jenis aborsinya), sedangkan aborsi buatan legal (terapetikus atau medisinalis, & tidak disebutkan soal ancaman hukuman), diatur dalam UU Kesehatan.
4. Belum ada peraturan perundangan yang mengatur soal hak-hak otonomi korban kehamilan akibat perkosaan, kekerasan seksual dalam rumah tangga ataupun kehamilan dengan bayi yang cacat kelainan herediter (bawaan).
5. Penghayatan & pengamalan sumpah profesi & kode etik masing-masing tenaga kesehatan, secara tidak langsung dapat mengurangi terjadinya aborsi buatan ilegal, lebih lagi jika diikuti dengan pendalaman & pemahaman ajaran
Kesimpulan
menurut syariah islam yaitu kita harus memahami bahwa aborsi bukan masalah
kesehatan semata namun merupakan problem sosial masyarakat yang terkait dengan
faham kebebasan yang dianut atau mempengaruhi suatu masyarakat. Faham ini
merupakan pintu masuk akan kasus-kasus aborsi yang banyak terjadi. Maka
pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang
intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban dan budaya Barat
yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban
Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum aborsi
dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah
4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur
di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah
khilafiyah.
Namun
menurut pemahaman kami, pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan
setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia
kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram.
Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka
hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland. 2002. Kamus
Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.
Fauzi, Ahmad.
Lucianawaty, Mercy. Hanifah, Laily. Bernadette, Nur. 2002. Aborsi di
Indonesia.
Field, Tiffany.
Diego, Miguel. Dieter, John. Hernandez-Reif, Maria. Schanberg, Saul. Kuhn,
Cynthia. Yando, Regina. Bendell, Debra. 2004. Prenatal Depression Effects on
The Fetus and The Newborn.
Majelis Kehormatan
Etika Kedokteran. 2002. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta :
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran.
Majelis Ulama
Indonesia. 2005. Fatwa MUI no.4 tahun 2005 Tentang Aborsi. Jakarta :
Presiden RI. 1992. UU
no. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Wahyuningsih, H.P.
Hera, A.Y. 2005. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Fitrayama.
Wikipedia.
2008. Aborsi
Wujoso, Hari. 2008. KUHP.
mantab
BalasHapusTHANK FOR ARTICLE...
BalasHapusBY: Jual Obat Penggugur Kandungan Untuk Menggugurkan Kandungan atau Janin Usia 1-5 Bulan Secara Alami.