Malam terlentang sunyi
Tak ada yang melarang kelipan jutaan cahaya dalam gelap angkasanya
Sendu angin memuncak di saat yang tepat
Menampar lembut permukaan pipi
Walau mengunggah perih sesekali pada mata
Yang terus menatap luas cakrawala
Namun tetap membelalak tak beristirahat walau sedetik
Tak ada yang melarang kelipan jutaan cahaya dalam gelap angkasanya
Sendu angin memuncak di saat yang tepat
Menampar lembut permukaan pipi
Walau mengunggah perih sesekali pada mata
Yang terus menatap luas cakrawala
Namun tetap membelalak tak beristirahat walau sedetik
Siapa yang akan datang memuja lara ini?
Lara yang terlalu sulit terhibur
Meski kicauan burung yang berayun di atas sana
Mengisyratakan kegembiraan yang sudah lama tersulam
Dan tetap saja tak dapat mencairkan kegembiraan yang beku
Wajah indah rembulan terpampang lepas
Menerkam siapa yang memandang
Untuk sejenak bercengkrama dengannya meski dalam kebisuan
Hingga air mata yang terisak jatuh juga ke pangkuan penadah
Diri ingin menuang sedikit demi sedikit rasa yang kian penuh
Namun terus saja membungkam mulut untuk selalu kaku terhadap kata
Berdiam-diam dalam kesanggupan yang disanggu-sanggupkan
Wajah riang yang menyamar tak dapat ditebak atas rasa apa dibaliknya.
Hanya Cinta.....
Alasan kokoh penegak tiang pendirian yang tak runtuh
Walau ditempa puluhan palu pada bagian yang lemah
Tetap saja sabar menunggu ke pada hati yang berpihak dari padanya
Jika saat di mana kelak bersatu dalam pelukan jemari
Berharap itu bukan lagi mimpi
Melainkan cerita nyata yang bebas dari penjara hati
Yang sejak lampau di balik keluhnya menyekap rasa indah
Agar rasa sejatinya hadir bersama ketulusan asa penantian
Namun jika kelak hanya tertahan berwujud mimpi
Jangan cepat kau guncang tubuh lemah ini
Seraya membangunkan
Lalu berkata, ini duniamu yang perih....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar